Catatan Perjalanan :
Keliling
Setengah Amerika
19.
Ditolak Masuk Gedung Sekretariat PBB
Akhirnya
kami tiba di jalan First Avenue, di depan sebuah gedung yang di
halaman depannya terpasang berjejer puluhan bendera negara
anggota PBB. Saking banyaknya bendera hingga mengganggu pandangan
depan gedungnya. Kompleks gedung yang dikenal dengan nama United
Nation Headquarter ini ternyata dari luar tampak biasa-biasa
saja. Tidak segagah keputusan-keputusan sidangnya yang sering nakut-nakutin
anggotanya, apalagi anggotanya yang kelas gurem.
Rasa-rasanya masih tampak lebih megah gedung DPR/MPR kita yang di
Senayan itu, yang pernah boleh dipanjat ramai-ramai.
Setelah
melewati pemeriksaan seperti halnya kalau mau masuk bandara,
akhirnya kami tiba di dalam gedung di bagian lobi umum, melalui
pintu sisi utara. Masuk gedungnya sendiri tidak perlu membayar,
namun disediakan sarana untuk berwisata menjelajahi gedung ini
dengan membayar US$7.50 per orang dewasa. Karena tujuan utama
saya adalah mau numpang sholat Jumat, maka saya langsung
mencoba mencari tahu di mana letak musholla atau masjidnya.
Dari
informasi yang saya punyai dan setelah melihat sendiri
situasinya, ternyata musholla atau masjid PBB berada di lantai 17
gedung utama atau Secretariat Building. Padahal untuk masuk ke
gedung utama diperlukan ijin khusus. Sebelum saya menemui petugas
yang ada di situ, saya sempat memperhatikan orang-orang yang
mendaftar untuk memperoleh ijin masuk ke gedung utama. Semuanya
berpenampilan rapi dan resmi, pakai jas dan dasi, dengan membawa
tas atau segepok dokumen di tangannya. Tidak ada satupun yang
berpenampilan sebagai wisatawan.
Akhirnya saya
beranikan diri juga untuk bertanya bagaimana caranya kalau saya
mau sholat Jumat di masjid PBB. Eh, lha malah saya
ganti ditanya : Siapa sponsor Sampeyan?. Wah,
ya jelas tidak ada sponsornya. Wong saya lagi melancong, je
..
Maka kemudian saya diberitahu oleh petugas itu bahwa untuk
memasuki gedung utama diperlukan sponsor atau ada pihak yang
mengundang, atau dengan kata lain ada yang menjadi tuan rumah
atas kehadiran saya. Lha ya siapa yang mau menuan-rumahi
saya, kalau saya datang ke situ dalam rangka melancong dan mampir
mau nunut Jumatan.
Yah,
terpaksa saya kehilangan sholat Jumat siang itu. Saya baru
menyadari bahwa ada yang tidak lengkap dari informasi yang saya
miliki untuk dapat masuk ke masjidnya PBB di bagian gedung yang
disebut International Islamic Community. Ternyata memang tidak
dapat begitu saja untuk mampir dan lalu numpang Jumatan.
Tadinya
pikiran saya berlogika bahwa gedung itu kan miliknya
negara-negara sedunia, termasuk Indonesia. Karena itu tentunya
saya juga berhak menjadi pemiliknya. Apalagi kalau tujuannya
untuk ibadah, kan mestinya tidak ada halangan bagi
siapapun untuk tidak diperbolehkan beribadah. Ternyata logika
saya kelewat ndeso. Bagaimanapun juga setiap perkara itu
ada aturan dan tata caranya demi kemaslahatan (kebaikan)
semua pihak. Di antaranya ya demi keamanan bersama maka salah
satunya aturan sponsor-menyeponsori itu diterapkan bagi siapa
saja yang akan masuk ke gedung utama sekretariat PBB.
Yo
wis (ya sudah)
.., akhirnya kami jalan-jalan berkeliling
di dalam lobi sayap timur gedung PBB saja. Di salah satu toko
cendera mata yang ada di lantai dasar, ada dijual barang-barang
kerajinan dari seluruh negara anggota PBB. Saya cari-cari yang
dari Indonesia. Rupanya ada wayang golek dari Jabar, kerajinan
kayu dari Bali, kerajinan perak dari Yogya, dan entah apa lagi wong
penempatannya terpisah-pisah.
Selesai berkeliling di dalam ruangan, kemudian kami menuju keluar gedung. Di halaman terbuka sebelah timur yang siang itu matahari terasa panas menyengat ada beberapa patung menghiasi pelataran. Kami lalu menuju ke arah belakang atau menjauh dari pintu utama. Rupanya sungai Timur (East river) tepat berada di belakang gedung PBB.
Di
kompleks PBB yang luas seluruhnya mencapai 7,3 ha ini selain
terdapat Secretariat Building, ada bangunan berkubah yang disebut
General Assembly Building tempat biasanya sidang umum
diselenggarakan. Gedung General Assembly ini mampu menampung
1.400 delegasi, 160 wartawan dan 400 tamu. Pada setiap kursi
delegasi dilengkapi dengan earphone untuk mendengarkan
terjemahan dari setiap pidato ke dalam enam bahasa resmi yaitu :
Inggris, Rusia, Cina, Perancis, Spanyol dan Arab.
Selain
kedua bangunan tersebut masih ada bangunan lain yang disebut
Conference Building dan Hammarskjold Library. Di bagian utara
kompleks PBB ini terdapat sebidang halaman luas berumput. Setelah
melewati sebidang halaman yang agak teduh dan rindang dengan
pepohonan kecil, kami tiba di bantaran sungai yang sengaja
dirancang menjadi sebuah taman di pinggir sungai tepat di
belakang gedung PBB.
Jauh
di seberang sungai tampak wilayah kecamatan Brooklyn. Di
sungainya sendiri berlalu-lalang perahu-perahu dan kapal kecil.
Gedung-gedung tinggi juga tampak menjulang di sisi yang sama di
tepian sungai. Kalau saja kami ada di sana di saat sore atau
senja hari, pasti suasananya lebih mengasyikkan.
Kelihatannya
tempat itu memang sengaja dirancang untuk menjadi tempat refreshing
bagi para delegasi PBB yang sedang jenuh bersidang dan melototin
dokumen-dokumen, sehingga perlu melepas pandangan jauh-jauh.
Sekaligus tempat ini menjadi obyek wisata tambahan bagi wisatawan
yang berkunjung ke gedung markas besar PBB.
Sekitar
jam 4:30 sore, kami baru meninggalkan pelataran gedung PBB dan
lalu menuju ke pintu gerbang utama. Sambil duduk-duduk di pinggir
trotoar jalan, kami menunggu bis wisata yang akan membawa kami ke
down town. Terlihat ada dua orang petugas sedang
menurunkan bendera-bendera negara anggota PBB yang seharian
berkibar di sepanjang pagar halaman depan.
Rupanya
bendera-bendera itu setiap pagi dikibarkan dan setiap sore
diturunkan. Cara menurunkannya pun biasa-biasa saja serta tidak
terlihat ada upacara tertentu. Dari pinggir jalan ini saya dapat
melihat bangunan gedung utama sekretariat PBB yang menjulang
setinggi 166 m dimana saya tadi tidak diperbolehkan masuk.
Cukup lama kami
menunggu bis wisata yang tidak muncul-muncul, hingga sekitar 45
menit barulah kami meninggalkan gedung markas besar PBB yang
terletak di pinggir tenggara Manhattan. Dari sini kemudian kami
menuju ke jalan 59th Street di wilayah tengah
Manhattan. Kami lalu turun di sisi tenggara Central Park atau di
penggal jalan Central Park South. Central Park adalah sebuah
taman sangat luas di pusat kota New York. Sengaja kami ingin
menikmati suasana sore hari di Central Park.- (Bersambung)
Yusuf Iskandar
Di
tepian sungai East di belakang Gedung PBB.